Our Little Sister [2015] : Menjadi Manusia

7:06 PM

Setahun sejak pengumumannya, akhirnya film Our Little Sister yang diadaptasi dari manga Umimachi Diary pun rilis Juni 2015. Kesuksesan adaptasi miniseri manga feminim itu pun juga diprediksi bakal menuai kesuksesan setelah ditunjuknya sutradara kenamaan Hirokazu Koreeda (Nobody Knows [2004], Still Walking [2008], I Wish [2011], Like Father Like Son [2013]) untuk menahkodai jalannya film ini. Koreeda dikenal mampu merangkai drama yang diarahkannya menjadi suatu pertunjukkan yang dapat menyentuh titik terdalam jiwa manusia tanpa harus melebih-lebihkan jalannya sebuah cerita.

Optimisme saya pun terjawab sudah, bisa dibilang Our Little Sister dapat melampaui pencapaian film-film Koreeda sebelumnya. Koreeda memang masih terlihat bermain di comfort zone-nya, mengulik kisah keluarga yang terpisah jauh dan mengupas berbagai intrik di dalamnya seperti yang Ia lakukan di Still Walking dan Like Father Like Son. Namun, dimensi yang Ia bawa kali ini benar-benar jauh dari yang apa yang sebelumnya Ia lakukan : melihat segalanya dari sudut pandang wanita.


Singkat cerita, terdapat 3 bersaudari yang tinggal di sebuah rumah tua di Kamakura, mulai dari yang tertua Sachi Koda, Ia adalah seorang perawat rumah sakit yang teratur, tegas sekaligus kaku, Sachi lah yang berperan sebagai "ketua asrama" keluarga Koda setelah kedua orang tua mereka berpisah. Lalu Yoshino Koda, front officer bank setempat yang serampangan, hobi mabuk-mabukan dan gemar mengencani berondong. Yoshino dan Sachi sering bertengkar karena memiliki perbedaan sifat yang mencolok. Yang termuda, ada Chika Koda, pegawai toko olahraga yang selalu tersenyum dan semangat, Ia adalah tokoh netral yang dapat berpihak kepada siapapun.

Di awal cerita, Koreeda langsung memainkan alurnya tanpa memperkenalkan satu-persatu karakternya secara gamblang. Ia membiarkan segalanya mengambang, seperti mempersilakan penonton menebak-nebak sendiri jalan cerita dan sifat-sifat karakternya. Pun, tak butuh waktu lama untuk memperkenalkan the little sister, Suzu. Suzu sendiri adalah half-sister ketiga bersaudari Sachi-Yoshino-Chika dari ayah mereka dan seorang perempuan yang telah menghancurkan rumah tangga keluarga Koda, keempat saudari itu akhirnya bertemu saat ayah mereka meninggal di Sendai. Secara tiba-tiba, Sachi menawarkan Suzu untuk bergabung dengan ketiga saudarinya daripada tinggal bersama ibu tirinya. Bingung soal silsilahnya? Liat gambar di bawah (Hint : Bapaknya nikah 3x. Jangan makin bingung) :


Sepanjang film, tidak terdapat konflik mayor yang seru untuk diselesaikan. Menurut saya, tak perlu lah konflik yang super besar jika konflik-konflik minor khas perempuan pun sudah membuat film ini seru. Kenapa? Cerita asli film ini ditulis oleh Akimi Yoshida yang seorang perempuan, sehingga Ia benar-benar memahami masalah-masalah kehidupan yang sebenarnya "biasa" dalam kehidupan yang "tidak biasa" dari sudut pandang perempuan. Ia memasukkan unsur keragaman sifat perempuan dalam satu keluarga, sehingga corak cerita ini sangatlah heterogen. Contohnya, Sachi yang keras, Yoshino yang bitchy, Chika yang cuek, dan Suzu yang tomboy. Semua sifat itu diaduk untuk menjadi drama "biasa" yang tidak biasa.

Ngomong soal "sudut pandang perempuan", film ini punya cara sendiri untuk menunjukkannya. Film ini secara malu-malu mengutarakan masalahnya, sedikit demi sedikit mengupasnya lewat perbincangan antara satu tokoh dengan tokoh lain, yang lagi ngomongin orang lain lagi di belakang. Saya sendiri nyatet kurang lebih 19 kali para perempuan di film ini ngomongin orang lain di belakang mereka. Namun, dari ngomongin orang di belakang ini lah akhirnya alur film ini dapat berkembang. Dan lagi, terdapat beberapa "Let me know if anything is bothering you" atau "If you want to talk about blablabla, come talk to me" yang menandakan bahwa kaum perempuan terkadang memiliki gengsi tersendiri untuk mulai bercerita tentang topik yang mereka rasa sensitif. Seiring berjalannya waktu, film ini pun menjawabnya. Mulai dari permasalahan pribadi yang menimpa Sachi soal ibunya dan "pacarnya", Yoshino soal nasabahnya yang bangkrut yakni penjual mackerel bakar langganannya, hingga Suzu sendiri yang mengalami teenage crisis mengapa Ia hanya membawa duka bagi orang-orang terdekatnya.

Sukses film ini juga turut disumbang oleh casting yang pas. Secara fisik, keempat aktris utama memiliki kemiripan yang sama : hidung yang lancip. Selain itu, chemistry yang mereka bangun menjadikan ikatan sisterhood yang terdapat di film ini begitu kuat. Berbagai detail aktivitas sehari-hari yang nampak sepele pun tersaji dengan baik, semua aktris menjalankan perannya masing-masing dengan natural di sini. Seperti saat mencatat tinggi badan, memanen buah ume, dan menambal jendela rumah, semua dilakukan dengan baik dan rinci sehingga terkesan sangat natural. Akting Ayase sebagai sole leader di kisah ini pun mampu Ia wujudkan dengan baik, segala ketegasan maupun keresahannya dapat terpancar jelas dari permainan bahasa tubuhnya. Special mention for Suzu Hirose, she actually can play football!


Tidak hanya itu, detail set, wardrobe, makeup, dan properti pun sangat teliti seperti yang diinginkan penggemar komiknya. Satu hal yang perlu diperhatikan, tim makeup yang bertugas "memudakan" Masami Nagasawa yang berperan sebagai Yoshino telah melakukan tugasnya dengan sempurna. Tone warna natural yang dipilih oleh tim sinematografinya pun membuat penonton betah untuk tak berkedip saat menonton, keindahan Jepang yang lugu, tanpa enhancement warna yang berlebihan.

After all, sekaya apapun film ini, masih terdapat kelemahannya. Penuturan Koreeda di film ini memang dilakukan dengan memberikan kode-kode atas pertanyaan yang ada di benak penonton, untuk dijawab pada bagian selanjutnya. Namun, ada beberapa hal tetap tidak terjawab hingga akhir, seperti "Jadi sebenernya hubungan Suzu sama bapaknya itu baik ga sih?", atau "Hubungan Suzu sama ibu tirinya sendiri baik engga? Kok sepanjang cerita gapernah dibahas?" masih menjadi misteri, entah Koreeda sengaja atau tidak. Saya sebagai penonton masih menyisakan keganjilan ketika selesai menontonnya, and it's not good, tho.

Menonton Our Little Sister, seperti membuatmu tenggelam sendirian ke jurang kosong hatimu, melihat satu persatu sifat hewanimu, mengesampingkan ego mu, mengubur dendammu, hingga akhirnya menemukan kelembutan hakikat manusia yang sebenarnya : menjadi manusia.



Our Little Sister / Umimachi Diary [2015]
Director : Hirokazu Koreeda
Screenplay by : Hirokazu Koreeda
Original story by : Akimi Yoshida
Cast : Haruka Ayase, Masami Nagasawa, Suzu Hirose, Kaho
A

***

Listening to : Aiko - Motto (もっと)

You Might Also Like

0 comments

Popular Posts

Like us on Facebook